MENDALAMI SAJAK-SAJAK MASHURI (Hantu Kolam, Hantu
Musim, Hantu Dermaga)
Karya sastra merupakan letupan-letupan
penulis yang dituangkan dalam bentuk tulisan dengan menggunakan bahasa yang
indah dan memiliki berbagai makna tersembunyi. Karya sastra terbagi menjadi dua
yakni karya sastra fiksi dan non fiksi. Setiap penulis memiliki ciri khas
tersendiri dalam menciptakan sebuah karya sastra, sebuah karya sastra dapat
tercipta berdasarkan pengalaman pribadi penulis atau bahkan hanya imajinasi
penulis. Karya sastra memiliki berbagai bentuk seperti cerita pendek dan novel tetapi
karya sastra fiksi biasanya sering kita jumpai dalam puisi karena bahasa yang
terdapat sebuah puisi cenderung lebih dramatis dan indah sehingga puisi
merupakan salah satu karya sastra yang banyak digemari oleh masyarakat umum
seperti halnya puisi Mashuri yang berjudul “Hantu Kolam”, “Hantu Musim”, “Hantu
Dermaga”. Mari kit aulas ketiga puisi tersebut.
Hantu Kolam
: plung!
di
gigir kolam
serupa
serdadu lari dari perang
tampangku membayang
rumpang
mataku
berenang
bersama
ikan-ikan, jidatku terperangkap
koral
di dasar yang separuh hitam
dan
gelap
tak
ada kecipak yang bangkitkan getar
dada,
menapak jejak luka yang sama
di medan lama
segalangnya
dingin, serupa musim yang dicerai matahari
aku
terkubur sendiri di bawah timbunan rembulan
segalanya
tertemali sunyi
mungkin…
“plung!”
aku
pernah mendengar suara itu
tapi
terlalu purba untuk dikenang sebagai batu
yang
jatuh
kerna
kini kolam tak beriak
aku
hanya melihat wajah sendiri, berserak
Banyuwangi, 2012-12-03
Berdasarkan
puisi Mashuri yang berjudul “Hantu Kolam” di atas, judul dari puisi
Mashuri tersebut cukup menarik dan mengundang perhatian, bagaimana tidak? Setiap
orang yang membaca judul puisi tersebut pasti bertanya-tanya, apakah makna dari
isi puisi tersebut, akankah menceritakan atau menggambarkan sesuatu yang
mistis? Atau penggunaan kata hantu hanya sebuah simbol dari perasaan
penulis yang memiliki makna tersendiri. Sekarang kita ulas dari segi makna isi
secara garis besar, puisi tersebut menceritakan tentang sebuah kesedihan,
kesunyian dan kesendirian. Keterpurukan yang dialami seseorang tentang suatu
peristiwa membuatnya kehilangan segalanya dan mengalami kesedihan yang tiada
habisnya.Berdasarkan bentuknya, puisi tersebut memiliki empat bait, setiap bait
memiliki jumah baris yang beragam tetapi setiap baitnya menyimpan makna tersirat
yang ingin disampaikan oleh penulis kepada pembaca.
Selain dari segi makna secara
keseluruhan, ada beberapa hal yang membuat saya tertarik, yakni mengenai simbol
yang muncul dalam puisi tersebut. Pertama penggunaan kata hantu, menurut
saya penggunaan kata hantu memiliki makna tersendiri dalam puisi tersebut. Makna
kata hantu secara umum yakni roh jahat yang sering mengganggu manusia
dengan menampakkan wajah seram, tetapi di dalam puisi ini kata hantu menyimbolkan
sebuah ketakutan-ketakuan yang ingin disampaikan oleh penulis melalui berbagai
penderitaan yang telah dia paparkan di sepanjang isi puisi, menggambarkan sosok
yang selalu dibanyangi penderitaan yang akan membuatnya merasa gelisah dan
khawatir.
Simbol kedua yakni terdapat pada kata kolam, berdasarkan isi dan makna puisi tersebut dapat kita ketahui bahwa kata kolam pada puisi tersebut menyimbolkan suatu penjara, membuatnya tidak bisa keluar dari bayang-banyang kesedihan, merasakan sunyi dan sendiri. Terpenjara pada suatu kenangan-kenangan pahit yang membuatnya sulit untuk bangkit.
Hantu Musim
aku
hanya musim yang dikirim rebah hutan
kenangan
– memungut berbuah, dedaunan, juga
unggas
– yang pernah mampir di pinggir semi
semarakkan
jamuan, yang kelak kita sebut
pertemuan
awal, meski kita tahu, tetap mata
itu
tak lebih hanya mengenal kembali peta
lama,
yang pernah tergurat berjuta masa
bila
aku hujan, itu adalah warta kepada ular
sawah
hasratku, yang tergetar oleh percumbuan
yang
kelak kita sebut sebagai cinta, entah yang
pertama
atau keseribu, kerna di situ, aku mampu
mengenal
kembali siku, lingkar, bulat, penuh
di
situ, aku panas, sekaligus dingin
sebagaimana
unggas yang pernah kita lihat
di
telaga, tetapi bayangannya selalu
mengirimkan
warna sayu, kelabu
dan
kita selalu ingin mengulang-ulangnya
dengan
atau tanpa cerita tentang musim
yang
terus berganti…
Magelang, 2012
Berdasarkan bait kedua puisi tersebut, dapat
kita lihat kenangan-kenangan yang dialami oleh tokoh “aku” muncul pada saat
musim tertentu yakni musim hujan. Bagaimana pergulatan cinta yang telah dialami
oleh tokoh “aku” terjadi pada musim hujan, suatu kenangan yang membuatnya
gelisah sepanjang waktu memingat setiap lekukan kenangan bahkan setiap
pergerakan yang membuantnya semakin gelisah, berikut sajak yang menggambarkan
uraian di atas.
bila aku hujan, itu adalah warta kepada ular
sawah hasratku, yang tergetar oleh percumbuan
yang kelak kita sebut sebagai cinta, entah yang
pertama atau keseribu, kerna di situ, aku mampu
mengenal kembali siku, lingkar, bulat, penuh
Berbeda dengan bait kedua, bait ketiga
ini lebih menonjolkan gejolak batin tokoh “aku” di mana dia merasa bahwa
sesuatu yang terjadi pada dirinya tidak masuk akal. Bagaimana mungkin dia
selalu menggharapkan kenangan itu dapat terus diulang kembali sedangkan
kanyataan yang ada hanya kesunyian. Musim yang terus berganti membuatnya
merasakan kegelisahan yang luar biasa.
Hantu Dermaga
mimpi,
puisi dan dongeng
yang
terwarta dari pintumu
memanjang
di buritan
kisah
itu tak sekedar mantram
dalihmu
tuk sekedar bersandar bukan gerak lingkar
ia
serupa pendulum
yang
dikulum cenayang
dermaga
ia
hanya titik imaji
dari
hujan yang berhenti
serpu
ruh yang terjungkal, aura terpenggal dan kekal
tertambat
di terminal awal
tapi
ritusmu bukan jadwal hari ini
dalam
kematian, mungkin kelahiran
kedua
segalanya
mengambang
bak
hujan yang kembali
merki
pantai
telah
berpindah dan waktu pergi
menjaring
darah kembali
Sidoarjo, 2012
Berbeda dengan dua puisi Mashuri
sebelumnya, jika puisi hantu Kolan dan Hantu Musim menggambarkan
kepedihan dan kesunyian namun pada puisi Hantu Dermaga ini Mashuri
mncoba untuk mengajak pembaca agar mampu bangkit dari suatu masalah, hal
tersebut dapat kita lihat dari kalimat “tapi ritusmu bukan jadwal hari ini dalam
kematian, mungkin kelahiran kedua” kutipan
kalimat tesebut mennjukkan adanya pesan yang ingin disampaikan oleh penyair
bahwa suatu masalah atau kegagalan adalah suatu hal yang lumrah yang justru
akan membuka peluang untuk kita bangkit dan menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Penggunaan
gaya bahasa pada puisi ketiga yang berjudul Hantu Dermaga karya
Mashuri ini lumayan berbeda dengan dua puisi sebelumnya, jika kedua puisi
sebelumnya yang diciptakan Mashuri menggunakan bahasa-bahasa yang cukup mudah
dipahami dengan pelibatan gambaran alam yang cukup menyenangkan karena menimbulkan
imajinasi petualang bagi pembaca, tetapi pada puisi ketiga ini Mashuri
menggunakan gaya bahasa yang sulit dipahami oleh pembaca. Seperti penggunaan
kata terwarta, mantram, pendulum, ritusmu penggunaan kata tersebut
membuat puisi yang berjudul Hantu
Dermaga karya Mashuri ini sulit untuk dipahami, apalagi bagi
membaca awam. Hal tersebut bisa juga dikatakan sebagai cirikhas dari penulis,
ataupun penggunaan gaya bahasa yang nyeleneh tersebut memang sengaja dimasukkan
penulis dalam puisi tersebut guna menambah estetik dan membuat pembaca lebih
penasaran dengan makna puisi tersebut.
Jika kita lihat dari ketiga puisi
Mashuri yang berjudul “hantu kolam”, “hantu musim” dan “hantu dermaga” ini
memiliki keselarasan tema, yakni tentang suatu kegudahan yang terdapat dalam
diri mereka. Ketiga puisi karya Mashuri tersebut merupakan puisi fiksi, hal
tersebut dapat kita lihat dari rangakaian kalimat yang melibatkan imajinasi alam
di dalamnya yang membuat pembaca seolah-olah ikut berpetualang dalam puisi
tesebut, itulah salahsatu alasan puisi ketiga puisi Mashuri ini menarik untuk dibaca
dan ditelaah.
Komentar
Posting Komentar