MENDALAMI PUISI SEBAGAI BENTUK KRITIK SASTRA SOSIAL
“Ulama Abisaya Tak Pernah
Minta Jatah”
M. Shoim Anwar
Ulama Abiyasa adalah guru yang mulia
panutan para kawula dari awal kisah
ia adalah cagak yang tegak
tak pernah silau oleh gebyar dunia
tak pernah ngiler oleh umpan penguasa
tak pernah ngesot ke istana untuk meminta jatah
tak pernah gentar oleh gertak sejuta tombak
tak pernah terpana oleh singgasana
raja-raja
Ulama Abiyasa merengkuh teguh hati dan lidah
marwah digenggam hingga ke dada
tuturnya indah menyemaikan aroma bunga
senyumnya merasuk hingga ke sukma
langkahnya menjadi panutan bijaksana
kehormatan ditegakkan tanpa sebiji senjata
Ulama Abiyasa bertitah
para raja dan penguasa bertekuk hormat padanya
tak ada yang berani datang minta dukungan jadi
penguasa
menjadikannya sebagai pengumpul suara
atau didudukkan di kursi untuk dipajang di depan massa
diberi pakaian dan penutup kepala berharga murah
agar tampak sebagai barisan ulama
Ulama Abiyasa tak membutuhkan itu semua
datanglah jika ingin menghaturkan sembah
senyum diterima dengan senyum mempesona
jangan minta diplintirkan ayat-ayat asal kena
sebab ia lurus apa adanya
mintalah arah dan jalan sebagai amanah
bukan untuk ditembangkan sebagai bunga kata-kata
tapi dilaksanakan sepenuh langkah
penghujung Desember 2020
Desember
2020
Kehidupan merupakan suatu konsep
keberadaan, ikatan sosial, dan kesadaran. Suatu kehidupan tentunya tidak
terlepas dari pilihan yang harus diambil, seperti karakter apa yang akan ia
perankan dalam kehidupannya. Setiap orang berhak memilih jalan hidupnya
masing-masing dan mempertahnkan apa yang mereka anggap benar tanpa
memperdulikan pandangan orang lain apalagi tergoda oleh kenikmatan dunia yang
fana. Seperti makna dari puisi M. Shoim Anwar yang berjudul “Ulama Abisaya Tak
Pernah Minta Jatah” puisi tersebut menggambarkan seseorang tokoh ulama yang
memegang teguh pendiriannya untuk menyebarkan kebaikan dan menjaga marwahnya
sebagai seorang ulama yang tegas tanpa memanipulasi ayat-ayat yang telah
dipelajarinya. Berdasarkan bentuknya puisi M. Shoim Anwar yang berjudul “Ulama
Abisaya Tak Pernah Minta Jatah” mempunyai tiga bait dengan jumlah baris yang
berbeda dalam setiap baitnya.
Namum jika di telaah dari
segi maknanya perbait, puisi M. Shoim Anwar yang berjudul “Ulama Abisaya Tak
Pernah Minta Jatah” pada bait pertama menggambarkan tentang sosok ulama Abisaya
yang senantiasa menjunjung tinggi kebenaran tanpa tergoda oleh kesilauan dunia
sehingga dia menjadi panutan untuk para kawula. Uraian
makna tersebut dapat dilihat pada bait pertama puisi “Ulama Abisaya Tak Pernah Minta Jatah” sebagai
berikut.
Ulama Abiyasa adalah guru yang mulia
panutan para kawula dari awal kisah
ia adalah cagak yang tegak
tak pernah silau oleh gebyar dunia
tak pernah ngiler oleh umpan penguasa
tak pernah ngesot ke istana untuk meminta
jatah
tak pernah gentar oleh gertak sejuta
tombak
tak pernah terpana oleh singgasana
raja-raja
Bait kedua,
menggambarkan sifat ulama Abiyasa yang selalu menjaga lisan dan kehormatnnya
sebagai seorang ulama, ulama Abiyasa selalu mendamaikan keadaan dengan
tuturannya yang membuat hati dan pikiran tenang. Setiap langkah Abiyasa menjadi
panutan karena tingkah lakunya yang bijaksana. Uraian
makna tersebut dapat dilihat pada bait kedua
puisi “Ulama Abisaya Tak Pernah Minta Jatah” sebagai
berikut.
Ulama
Abiyasa merengkuh teguh hati dan lidah
marwah
digenggam hingga ke dada
tuturnya
indah menyemaikan aroma bunga
senyumnya
merasuk hingga ke sukma
langkahnya
menjadi panutan bijaksana
kehormatan ditegakkan
tanpa sebiji senjata
Bait ke tiga puisi “Ulama
Abisaya Tak Pernah Minta Jatah” menggambarkan tentang sosok ulama Abiyasa yang
disegani oleh para pejabat karena keteguhannya dalam mempertahnkan marwah yang
diembannya. Ulama Abiyasa memiliki sifat yang rendah hati, dia tidak memikirkan
materi atau imbalan. Siapapun yang ingin meminta bantuan ataupun nasihat akan
dia terima dengan senyuman tanpa embel-embel imbalan. Ia tidak gila akan
kehormatan dari penguasa atau siapapun yang dia inginkan hanya datanglah
kepadanya dengan tulus.Ulama Abiyasa tidak pernah memanfaatkan ayat-ayat yang
ia pelajarai untuk senjata agar mendapat
kehormatan karena ia adalah seorang ulama yang teguh pendirian di jalan Tuhan. Uraian
makna tersebut dapat dilihat pada bait ketiga
puisi “Ulama Abisaya Tak Pernah Minta Jatah” sebagai
berikut.
Ulama
Abiyasa bertitah
para
raja dan penguasa bertekuk hormat padanya
tak
ada yang berani datang minta dukungan jadi penguasa
menjadikannya
sebagai pengumpul suara
atau
didudukkan di kursi untuk dipajang di depan massa
diberi
pakaian dan penutup kepala berharga murah
agar
tampak sebagai barisan ulama
Ulama
Abiyasa tak membutuhkan itu semua
datanglah
jika ingin menghaturkan sembah
senyum
diterima dengan senyum mempesona
jangan
minta diplintirkan ayat-ayat asal kena
sebab
ia lurus apa adanya
mintalah
arah dan jalan sebagai amanah
bukan
untuk ditembangkan sebagai bunga kata-kata
tapi dilaksanakan sepenuh
langkah
Berdasarkan
uraian secara keselutuhan puisi M. Shoim Anwar yang berjudul “Ulama Abisaya Tak Pernah
Minta Jatah” yakni puisi tersebut menggambarkan sosok tokoh ulama yang
dijadikan panutan. Ulama yang selalu menjunjung tinggi harga diri dan memegang
teguh ilmu yang dia pelajari tanpa silau akan dunia. Sosok ulama yang dapat
merangkul semua kawula dengan tuturkatanya yang menyejukkan dan mendamaikan hati.
Makna
tersirat yang terdapat dalam puisi tersebut terdapat aktualisasi dengan
kehidupan saat ini, meskipun pada masa sekarang sangat sulit untuk menemukan
sosok ulama seperti yang dikisahkan dalam puisi M. Shoim Anwar yang
berjudul
“Ulama Abisaya Tak Pernah
Minta Jatah”, tetapi dalam aktualisasi kehidupan masa kini masih terdapat beberapa
ulama yang patut kita jadikan contoh, menurut saya salah satunya yakni ulama Muhammad
Ainun Nadjib, beliu adalah sosok ulama yang tegak dan teguh akan pendiriannya. Dapat
merangkul semua masyarakat tanpa membedakan status sosial, selalu berpakaian sederhana
tetapi tetap disegani oleh para penguasa karena kewibawaanya dalam mengemban
gelar ataupun ilmu yang didapat. Ulama Muhammad Ainun Nadjib sangat cocok jika
dijadikan panutan para kawula sama seperti kisah ulama Abiyasa yang terdapat dalam
puisi “Ulama Abisaya Tak Pernah Minta Jatah” karya M. Shoim Anwar.
Komentar
Posting Komentar